Kamis, 30 Maret 2017

Asa Doa Kuasa



Gemuruh Syahdu

Desir pasir di pantai kini dengan mesra berbisik
Semilir angin syahdupun mulai menggelitik
Bahkan lambaian nyiur kelapa membuat tak berkutik
Mungkinkah aku terusik ?
                    Kutau, itu telah berlalu
                  Tak mungkin pula aku memutar waktu
                    Bahkan sekedar menatap senja terlelappun aku tak mampu
                  Mungkin suratan takdir itu memang untukku
Biarlah bungkam membisu
Biarlah menjadi memoar bisu antara aku dan waktu
Tetapi tidak dalam alunan syahduku
Karena, ada serpihan asa yang masih bisa diadu
                 Barisan asa dan harapan kala itu
                 Entahlah…
                 Bisu, bungkam, dan gemuruh syahdu
                 Hanyalah bola mata yang mampu menyatu meski dalam bisu
Fatamorgana?
Kuyakin ketetapanNya yang terbaik bagi seorang hamba
Teruslah wahai hati balut gemuruh syahdu itu dalam doa
Karena, cermin akan memberikan bayangan sesuai apa yang dicerminkannya
Sampai jumpa dalam kisah Fatimah dan Ali
                  Bila tidak berjumpapun, Siaplah wahai hati
                  Karena mendamba dan didamba hanya soal hati
                  Sejatinya, kelak yang mampu saling menguatkanlah yang menjadi dambaan ruhi
                     

Rabu, 15 Maret 2017

Retorika

DISCA

 Tak pernah ia pinta adanya, tak menjerit ia menerimam keadaanya, bahkan sekedar negosiasi belakapun tak kudengar ia bersua. 

 Canda ialah rangkaian lima huruf bertautan yang menyimpan sejuta makna bahkan rahasia. Ada canda yang hadir tanpa disangka bahkan ada canda yang hadirnya harus diskenario. 

 Tak semua canda itu sebelah mata, tidak setiap aksara yang bersua itu hanya fatamorgana, karena terkadang kita tak pernah menyangka, bahwasanya ada cerita dibalik sebuah canda yang menguak di depan mata.

  Tau kah kau? Tak selamanya canda yang terkuak di hadapan mata berati bahagia, berarti ketidakseriusan. Karena, adakalanya dibalik sebuah canda menyimpan keseriusan yang luar biasa, dibalik sebuah canda tersimpan derai air mata yang dibendung sebuah rasa, bahkan dibalik canda tersimpan misi memecah keheningan pada suatu peristiwa.

  Jangan kau kambing hitamkan canda!

 #Dibaliksebuahcada

 #Retorikapujangga

 #Pemecahkeheninganamatir

Minggu, 12 Maret 2017

Karena Cair Tidak Harus Meleleh



Karena Cair Tidak Harus Meleleh
By Pujangga Muslimah

Kehidupan sesorang di dunia tentu sudah ditetapkan oleh Allah SWT jauh sebelum kita lahir ke dunia. Kehidupan di dunia ibarat perjalanan yang harus dijalani dan dilewati. Manis dan pahitnya hidup tentu akan dihadapi oleh seorang insan. Ada dua hal yang senantiasa didamba dan terkadang kurang didamba oleh setiap insan, dua hal itu ialah kebahagiaan dan kesedihan. Kebahagiaan ialah ujian dan nikmat dari Allah, pun kesedihan ialah nikmat dan ujian dari Allah. Problematika kehidupan akan dirasa jika masa-masa itu telah tiba, dimana kita menyadari bahwa terdapat problem di kehidupan kita. Bukanlah sebuah problem yang dikambing hitamkan, tetapi bagaimana menyikapi problem tersebut sehingga menghadirkan pelangi cantik yang mengudara.
“Sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu sekalian.” (QS. Muhammad:31)
Setiap insan tentu memiliki visi, misi bahkan ambisi dalam menikmati dan melewati masa-masa di dunia ini. Banyak cara dan kiat yang ditempuh, dari yang tanpa diniatkan hingga yang diniatkan (ikhtiar sungguh-sungguh). Ada yang menjalaninya dengan serius, santai, penuh kebimbangan, atau bahkan kolaborasi antara serius dan santai. Ibarat sebuah tanaman tanpa kehadiran bunga dan buah, rasanya ada yang kurang. Begitupun hidup, seserius apapun kita menjalaninya rasanya tak lengkap bila tidak diwarnai dengan sesuatu yang membuat kita tertawa atau bahkan hanya sekedar tersenyum.
Aku memang bukanlah pujangga, bahkan akupun bukanlah penyair mahapuitis. Tetapi aku hanyalah insan yang terus menerus berharap mendapatkan ridhoNya disetiap sisi kehidupan, meskipun dalam realita banyak angin semilir yang menerpa hingga angin badai yang terkadang selalu menghempas jiwa.  Candaan ialah sebuah senjata pemecah ketegangan atau keheningan dalam kehidupan, itupun devinisi menurutku. Tak lengkap rasanya bila dalam bertukar asa, cita, bahkan hanya obrolan semata tanpa kehadiran sebuah canda itu. Canda selalu memecah yang hening dan menghidupkan yang sunyi, melalui sebuah canda pula aku dapat memeluk orang-orang di sekelilingku. Mungkin rasanya berbeda dengan dunia aksaraku, karena itulah aku sering berkata bahwa “Aku ini Memeluk dalam Canda dan Mengutara dalam Aksara”. Dua sisi yang berbeda tetapi itulah adanya, melalui canda aku ingin membuat seseorang nyaman berada di sampingku, nyaman ketika berkomunikasi (mengobrol), bahkan hanya sekedar bertegur sapa, aku ingin orang itu “Keep Enjoying with Me”. Karena, sejatinya apa yang kita lakukan itulah yang akan orang lain perlakukan pula pada diri kita, meskipun dalam realita pula ada saja perbedaannya.

Suatu ketika aku membawa canda ini pada seorang yang ahli ibadah, beliau serius dan terkesan kaku. Akupun tak bisa dalam keadaan sepeti ini, alih mencoba mencairkan, perlahan namun intensitasnya yang bertahap dari jarang hingga sering. Hingga suatu ketika, akupun dibuat gundah dan cukup merenung. Mungkin konteks canda yang kubawa kurang tepat atau? Terus berkecambuk dan hingga akhirnya membuat dilema untuk meninggalkan canda menjadi sebuah kenangan belaka.

Selang beberapa hari, akupun berjumpa sahabat-sahabat dalam balutan ukhuwah Islamiyah yang memang telah terjalin cukup lama. Kegundahanku atas pertanyaan dalam hati itu akhirnya kutumpahkan dalam majelis ilmu itu dan akhirnya dengan Bismillah kutanyakan…

Me : “Teh, maaf saya mau bertanya boleh? Tetapi diluar konteks?”
Mr :“Iya, silahkan”
Me : “Teh, saya mau bertanya bagaimana ya biar jadi orang yang pendiam, ga banyak bercanda, soalnya saya senang bercanda dan kemarin dapat teguran, saya mau jadi orang yang pendia dari kemarin gabisa juga -__-”
Mr :”Mau tau bercanda yang dapat pahala?”
Me :”Mau teeh..” (Dengan nada semangat bagai gelas kosong yang siap diisi air)

(Aku dan sahabat-sahabat yang lainnyapun termenung, tegang dan menanti jawaban itu)
(Sekian detik menunggu dan ternyata jawabannya)

Mr :”MENIKAH, itu jawabannya”
Me dan sahabat lainnya: “Mmmm maksudnya gimana teh?”
Mr :” Iya, segala suatu hal yang menjadi bahan candaan atau bercandanya seorang suami istri itu adalah pahala, dan seharian bercandapun akan berpahala”
Me :”Oalah, begitu yaa teh” (Sambil tersipu malu karena tatapan sahabat-sahabat lainnya)
Sahabat lainnya:”Tuh raa, sudah di jawab sama teteh tuhh”
Me   :”Yahh kok jadi kesini arahnya hehe (tanya dalam hati)
Mr    :”Rasulullah pernah bercanda, bahkan ada sahabat Rasulullah yang hobinya bercanda………”
(Teteh pun menjelaskan secara rinci hal yang dibolehkan dan tidak dianjurkan dilakukan saat bercanda)

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” [al-Ahzâb/33:21].

^_^ CANDA YANG DIBOLEHKAN
ààà

      Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan dibolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda.
1.    Meluruskan Tujuan.
Yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh gairah baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

2.    Jangan Melewati Batas.
Sebagian orang sering kebablasan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam bercanda, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia. Orang-orang akan memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya sendiri dan tidak menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.

3.    Jangan Bercanda Dengan Orang Yang Tidak Suka Bercanda.
Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.

4.    Jangan Bercanda Dalam Perkara-Perkara Yang Serius.
Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
5.    Hindari Perkara-Perkara Yang Dilarang Allah Subhanahu Wa Ta’ala Saat Bercanda.
Tidak boleh bercanda atau bersenda gurau dalam perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya sebagai berikut.
Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Ada orang yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti temannya. Misalnya, seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya, berteriak dalam kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya, atau yang sejenisnya. Perbuatan seperti ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَأْ خُذَنَّ أحَدُكُمْ مَتَا عَ أَخِيهِ لاَ عِبًا وَلاَ جَادًّا
“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud (5003), dan at-Tirmidzi (2161). Lihat Shahîh Abu Dawud (4183)
  Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur, datanglah seseorang lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik cambuk itupun merasa takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud (5004). Lihat Shahîh Abu Dawud (4184).
  Intinya, tidak boleh menakuti-nakuti seorang muslim meskipun hanya untuk bercanda, terlebih lagi jika dengan sungguh-sungguh.
Berdusta saat bercanda.
  Banyak orang yang dengan sesuka hatinya bercanda, tak segan berdusta dengan alasan bercanda. Padahal berdusta dalam bercanda ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْت فِي رَبَضِ الْجَنّّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كََانَ مُحقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَط الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِ بَ وَإِنْ كَانَ مَازِ حًا وَبِبَيتِ فِي أَغلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
  Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yang memperbaiki akhlaknya.
  Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًا 
“Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” Diriwayatkan oleh ath-Thabrâni dalam al-Kabir (XII/13443). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (2494).

  Oleh karena itu, tidak boleh berdusta ketika bercanda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” Diriwayatkan oleh Ahmad (V/5), Abu Dawud (4990), at-Tirmidzi (2315). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (7126).

Apalagi bila dalam candanya itu ia menyebut aib dan rahasia orang lain, atau mencela dan mengejek orang lain.
Melecehkan sekelompok orang tertentu.
Misalnya bercanda dengan melecehkan orang-orang tertentu, penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, atau bahasa tertentu, atau menyebut aib mereka dengan maksud untuk bercanda dan membuat orang lain tertawa. Perbuatan ini sangat dilarang.
– Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
Kadang kala ini juga terjadi, terlebih bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan keji. Seperti ia mengatakan kepada temannya, ‘hai anak hantu,’ dan kata-kata sejenisnya untuk membuat orang tertawa. Sangat disayangkan, hal seperti ini nyata terjadi di tengah orang-orang kebanyakan dan jahil. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan keterlaluan dalam bercanda, sehingga melampui batas.
6.    Hindari Bercanda Dengan Aksi Dan Kata-Kata Yang Buruk.
Banyak orang yang tidak menyukai bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian. Sering kita dengar kasus perkelahian yang terjadi berawal dari canda. Maka tidak sepatutnya bercanda dengan aksi kecuali dengan orang yang sudah terbiasa dan bisa menerima hal itu. Sebagaimana para sahabat saling melempar kulit semangka setelah memakannya. [13]
Adapun bercanda dengan kata-kata yang buruk tidak dibolehkan sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [al-Isrâ`/17:53].
7.    Tidak Banyak Tertawa.
Banyak orang yang tertawa berlebihlebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, beliau bersabda :
وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.”
Seperti yang telah dijelaskan di atas dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan mematikannya.
8.    Bercanda Dengan Orang-Orang Yang Membutuhkannya.
Seperti dengan kaum wanita dan anakanak. Itulah yang dilakukan oleh Nabi Shalalllahu ‘alaihi wa sallam, yaitu sebagaimana yang beliau lakukan terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan al Hasan bin Ali, serta seorang anak kecil bernama Abu ‘Umair.

    9. Jangan Melecehkan Syiar-Syiar Agama Dalam Bercanda.
Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Qur‘an dan syiarsyiarnya, wal iyâdzu billâh! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekanejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayatayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolokolok?”. [at-Taubah/9:64-65]
Dan mengangungkan syiar agama merupakan tanda ketakwaan hati. Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. [al-Hajj/22:32].

Semoga dari cerita diatas ada ibroh (pelajaran) yang bisa dipetik, diambil atau direalisasikan dalam kehidupan nyata. Semoga aku dan kita bisa terus senantiasa ikhtiar memperbaiki diri, dan istiqomah berada di jalan-Nya. Aamiin.


Sumber:

Kisah Pribadi Penulis
https://almanhaj.or.id/3108-bercanda-menurut-pandangan-islam.html