Karena
Cair Tidak Harus Meleleh
By Pujangga Muslimah
Kehidupan sesorang
di dunia tentu sudah ditetapkan oleh Allah SWT jauh sebelum kita lahir ke
dunia. Kehidupan di dunia ibarat perjalanan yang harus dijalani dan dilewati.
Manis dan pahitnya hidup tentu akan dihadapi oleh seorang insan. Ada dua hal yang
senantiasa didamba dan terkadang kurang didamba oleh setiap insan, dua hal itu
ialah kebahagiaan dan kesedihan. Kebahagiaan ialah ujian dan nikmat dari Allah,
pun kesedihan ialah nikmat dan ujian dari Allah. Problematika kehidupan akan
dirasa jika masa-masa itu telah tiba, dimana kita menyadari bahwa terdapat
problem di kehidupan kita. Bukanlah sebuah problem yang dikambing hitamkan,
tetapi bagaimana menyikapi problem tersebut sehingga menghadirkan pelangi
cantik yang mengudara.
“Sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami
mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu
sekalian.” (QS. Muhammad:31)
Setiap insan tentu
memiliki visi, misi bahkan ambisi dalam menikmati dan melewati masa-masa di
dunia ini. Banyak cara dan kiat yang ditempuh, dari yang tanpa diniatkan hingga
yang diniatkan (ikhtiar sungguh-sungguh). Ada yang menjalaninya dengan serius,
santai, penuh kebimbangan, atau bahkan kolaborasi antara serius dan santai. Ibarat
sebuah tanaman tanpa kehadiran bunga dan buah, rasanya ada yang kurang.
Begitupun hidup, seserius apapun kita menjalaninya rasanya tak lengkap bila
tidak diwarnai dengan sesuatu yang membuat kita tertawa atau bahkan hanya
sekedar tersenyum.
Aku memang bukanlah
pujangga, bahkan akupun bukanlah penyair mahapuitis. Tetapi aku hanyalah insan
yang terus menerus berharap mendapatkan ridhoNya disetiap sisi kehidupan,
meskipun dalam realita banyak angin semilir yang menerpa hingga angin badai
yang terkadang selalu menghempas jiwa. Candaan ialah sebuah senjata pemecah
ketegangan atau keheningan dalam kehidupan, itupun devinisi menurutku. Tak
lengkap rasanya bila dalam bertukar asa, cita, bahkan hanya obrolan semata
tanpa kehadiran sebuah canda itu. Canda selalu memecah yang hening dan
menghidupkan yang sunyi, melalui sebuah canda pula aku dapat memeluk
orang-orang di sekelilingku. Mungkin rasanya berbeda dengan dunia aksaraku,
karena itulah aku sering berkata bahwa “Aku ini Memeluk dalam Canda dan Mengutara
dalam Aksara”. Dua sisi yang berbeda tetapi itulah adanya, melalui canda
aku ingin membuat seseorang nyaman berada di sampingku, nyaman ketika
berkomunikasi (mengobrol), bahkan hanya sekedar bertegur sapa, aku ingin orang
itu “Keep Enjoying with Me”. Karena, sejatinya apa yang kita lakukan
itulah yang akan orang lain perlakukan pula pada diri kita, meskipun dalam
realita pula ada saja perbedaannya.
Suatu ketika aku
membawa canda ini pada seorang yang ahli ibadah, beliau serius dan terkesan
kaku. Akupun tak bisa dalam keadaan sepeti ini, alih mencoba mencairkan,
perlahan namun intensitasnya yang bertahap dari jarang hingga sering. Hingga
suatu ketika, akupun dibuat gundah dan cukup merenung. Mungkin konteks canda
yang kubawa kurang tepat atau? Terus berkecambuk dan hingga akhirnya membuat dilema
untuk meninggalkan canda menjadi sebuah kenangan belaka.
Selang beberapa
hari, akupun berjumpa sahabat-sahabat dalam balutan ukhuwah Islamiyah yang
memang telah terjalin cukup lama. Kegundahanku atas pertanyaan dalam hati itu
akhirnya kutumpahkan dalam majelis ilmu itu dan akhirnya dengan Bismillah
kutanyakan…
Me : “Teh, maaf saya mau bertanya boleh? Tetapi diluar konteks?”
Mr :“Iya, silahkan”
Me
: “Teh, saya mau bertanya bagaimana ya biar jadi orang yang pendiam, ga banyak
bercanda, soalnya saya senang bercanda dan kemarin dapat teguran, saya mau jadi
orang yang pendia dari kemarin gabisa juga -__-”
Mr
:”Mau tau bercanda yang dapat pahala?”
Me
:”Mau teeh..” (Dengan nada semangat bagai gelas kosong yang siap diisi air)
(Aku dan sahabat-sahabat yang lainnyapun termenung, tegang dan
menanti jawaban itu)
(Sekian detik menunggu dan ternyata jawabannya)
Mr
:”MENIKAH, itu jawabannya”
Me
dan sahabat lainnya: “Mmmm maksudnya gimana teh?”
Mr
:” Iya, segala suatu hal yang menjadi bahan candaan atau bercandanya seorang
suami istri itu adalah pahala, dan seharian bercandapun akan berpahala”
Me
:”Oalah, begitu yaa teh” (Sambil tersipu malu karena tatapan sahabat-sahabat
lainnya)
Sahabat
lainnya:”Tuh raa, sudah di jawab sama teteh tuhh”
Me :”Yahh kok jadi kesini arahnya hehe (tanya
dalam hati)
Mr :”Rasulullah pernah bercanda, bahkan ada
sahabat Rasulullah yang hobinya bercanda………”
(Teteh
pun menjelaskan secara rinci hal yang dibolehkan dan tidak dianjurkan dilakukan
saat bercanda)
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” [al-Ahzâb/33:21].
^_^ CANDA YANG DIBOLEHKAN ààà
Ada kalanya kita mengalami kelesuan
dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan
berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita
membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga
atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan
dibolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa
hal yang penting dalam bercanda.
1. Meluruskan Tujuan.
Yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan
lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita
bisa memperoleh gairah baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.
2. Jangan Melewati Batas.
Sebagian orang sering kebablasan dalam bercanda hingga melanggar
norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam bercanda, sehingga bisa
menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia. Orang-orang akan
memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya sendiri dan tidak
menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
3. Jangan Bercanda Dengan Orang Yang Tidak Suka Bercanda.
Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak
suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan
akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.
4. Jangan Bercanda Dalam Perkara-Perkara Yang Serius.
Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk
bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim, ketika
memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
5. Hindari Perkara-Perkara Yang Dilarang Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Saat Bercanda.
Tidak boleh bercanda atau bersenda gurau dalam perkara yang
dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya sebagai berikut.
– Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Ada orang
yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti temannya. Misalnya,
seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya, berteriak dalam
kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya, atau yang sejenisnya.
Perbuatan seperti ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ يَأْ خُذَنَّ أحَدُكُمْ مَتَا عَ أَخِيهِ لاَ عِبًا وَلاَ
جَادًّا
“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik
saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (5003), dan at-Tirmidzi (2161). Lihat Shahîh Abu Dawud (4183)
Pernah terjadi, ketika
salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur,
datanglah seseorang lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik
cambuk itupun merasa takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain.” Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (5004). Lihat Shahîh Abu Dawud (4184).
Intinya, tidak boleh
menakuti-nakuti seorang muslim meskipun hanya untuk bercanda, terlebih lagi
jika dengan sungguh-sungguh.
– Berdusta saat bercanda.
Banyak orang yang dengan
sesuka hatinya bercanda, tak segan berdusta dengan alasan bercanda. Padahal
berdusta dalam bercanda ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْت فِي رَبَضِ الْجَنّّةِ لِمَنْ تَرَكَ
الْمِرَاءَ وَإِنْ كََانَ مُحقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَط الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِ
بَ وَإِنْ كَانَ مَازِ حًا وَبِبَيتِ فِي أَغلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ
خُلُقَهُ
Aku menjamin dengan
sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun
ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang
yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas
surga bagi seorang yang memperbaiki akhlaknya.
Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur
meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًا
“Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan
kecuali yang benar.” Diriwayatkan
oleh ath-Thabrâni dalam al-Kabir (XII/13443). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (2494).
Oleh karena itu, tidak
boleh berdusta ketika bercanda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa
dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ
ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang
tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” Diriwayatkan oleh Ahmad (V/5), Abu Dawud (4990), at-Tirmidzi
(2315). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (7126).
Apalagi bila dalam candanya itu ia menyebut aib dan rahasia orang
lain, atau mencela dan mengejek orang lain.
– Melecehkan sekelompok orang tertentu.
Misalnya bercanda dengan melecehkan orang-orang tertentu,
penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, atau bahasa tertentu, atau
menyebut aib mereka dengan maksud untuk bercanda dan membuat orang lain
tertawa. Perbuatan ini sangat dilarang.
– Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
Kadang kala ini juga terjadi, terlebih bila canda itu sudah lepas
kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu ia mencela, memfitnahnya,
atau menyifatinya dengan perbuatan keji. Seperti ia mengatakan kepada temannya,
‘hai anak hantu,’ dan kata-kata sejenisnya untuk membuat orang tertawa. Sangat
disayangkan, hal seperti ini nyata terjadi di tengah orang-orang kebanyakan dan
jahil. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan keterlaluan dalam bercanda,
sehingga melampui batas.
6. Hindari Bercanda Dengan Aksi Dan Kata-Kata Yang Buruk.
Banyak orang yang tidak menyukai bercanda seperti ini. Dan
seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian. Sering kita dengar
kasus perkelahian yang terjadi berawal dari canda. Maka tidak sepatutnya
bercanda dengan aksi kecuali dengan orang yang sudah terbiasa dan bisa menerima
hal itu. Sebagaimana para sahabat saling melempar kulit semangka setelah
memakannya. [13]
Adapun bercanda dengan kata-kata yang buruk tidak dibolehkan sama
sekali. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagi manusia”. [al-Isrâ`/17:53].
7. Tidak Banyak Tertawa.
Banyak orang yang tertawa berlebihlebihan sampai
terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa,
beliau bersabda :
وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ
ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa
dapat mematikan hati.”
Seperti yang telah dijelaskan di atas dari ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan mematikannya.
8. Bercanda Dengan Orang-Orang Yang Membutuhkannya.
Seperti dengan kaum wanita dan anakanak. Itulah yang dilakukan
oleh Nabi Shalalllahu ‘alaihi wa sallam, yaitu sebagaimana yang beliau lakukan
terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan al Hasan bin Ali, serta seorang anak
kecil bernama Abu ‘Umair.
9. Jangan Melecehkan
Syiar-Syiar Agama Dalam Bercanda.
Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan
simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Qur‘an dan syiarsyiarnya, wal iyâdzu billâh!
Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan
kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم
بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَّا
تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ
وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka
sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka.
Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekanejekanmu (terhadap Allah dan
Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika
kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka
akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayatayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolokolok?”. [at-Taubah/9:64-65]
Dan mengangungkan syiar agama merupakan tanda ketakwaan hati.
Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى
الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. [al-Hajj/22:32].
Semoga dari cerita diatas ada ibroh (pelajaran) yang bisa
dipetik, diambil atau direalisasikan dalam kehidupan nyata. Semoga aku dan kita
bisa terus senantiasa ikhtiar memperbaiki diri, dan istiqomah berada di
jalan-Nya. Aamiin.
Sumber:
Kisah Pribadi Penulis
https://almanhaj.or.id/3108-bercanda-menurut-pandangan-islam.html