Takkan Salah Pundak
Terlalu kerdil dan ciut
memang kala amanah itu menghampiri. Terlalu ringkih rasanya jiwa ini harus
mengemban amanah itu. Ya, itulah rasa yang terus berkecambuk dalam benakku ketika
membuka lembaran memoar itu. Tak pantas rasanya hamba yang fakir ilmu ini harus
menjadi delegasi. Berulang kali kucoba menawarkan amanah itu kepada yang
lainnya, kepada yang lebih baik, lebih berhak, dan tentu lebih kuat untuk
mengembannya. Situasi kala itu memang sungguh tak memungkinkan, sehingga harus
berfikir dua, tiga, bahkan berkali-kali untuk mengambil keputusan itu.
Apa daya, sudah
kuutarakan bahwa aku hanya seorang yang fakir ilmu. Tetapi, rupanya kepercayaan
itu masih bertahan pada diri ini dan mungkin itu sudah ketetapanNya bahwasanya
inilah impian yang aku inginkan dan mungkin hanya angan belaka kala raga ini
masih berada di tingkatan ganjil pada tahun ketiga itu. Angan itu entah mengapa
jadi kenyataan meski sesungguhnya jiwa memang tak siap menyambut kenyataan dari
angan itu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu tiga apabila ia
berucap berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercayai
mengkhianati” (HR Al-Bukhari)
Kala aku mengingat hadis diatas saat itu, akupun terenyuh dan lagi-lagi bimbang. Aku tak ingin menyiayiakan kepercayaan ini dan sungguh tak terfikir dalam benak untuk menghianati kepercayaan itu.
Hingga akhirnya…
Harus kubulatkan tekad, mantapkan niat,
ikhtiar hebat yang dihujani doa syahdu, tawakal, dan qona’ah.
Teori tanpa aksi itu hanyalah sebuah delusi
Eksekusi tanpa kekuatan doa hanyalah sebuah penuntasan
belaka tanpa asa
(Penulis)
Memohon do’a kepada
Allah takkan kulewati dalam setiap tarikan nafasku kala itu, memohon do’a
kepada dosen pembimbing, kepada teteh tingkat, hingga kawan seperjuangan yang
membela-belakan waktunya tersisih hanya untuk duduk di kursi penonton menatapku
dari kejauhan diiringi hembusan do’a padaNya.
Tak banyak asa yang harus kulukiskan selain
aku merasa Bersyukur dan Bahagia
Terlepas apakah beban ini salah dipikulakan
pada pundakku atau tidak, tetapi aku bersyukur karena mampu mengalahkan
kekerdilan nyali ini untuk menunaikan amanah itu dan akupun bersyukur karena
bisa berikhtiar dengan sepenuh hati walau belum maksimal pun dalam waktu yang sangat
minimal.
Tawakal, tawakal, dan
tawakal itulah yang dapat kulakukan setelahnya. Tiga bulan berlalu begitu saja.
Juara 1 hingga 3 telah diumumkan beberapa minggu setelah tanggal pelaksanaan
itu. Qona’ah itulah yang berusaha aku tanamkan dalam lubuk hati. Muhasabah,
muhasabah dan muhasabah.
Rupanya dibulan keempat
baru kudapati kenyataan bahwasanya akan ada 5 perwakilan dari setiap fakultas
untuk didelegasikan ke Seleksi Mahasiswa Berprestasi tingkat Universitas. Tak
kusangka, pesan singkat mengunjungiku dan menyatakan bahwa diri ini menjadi salah
satu yang direkomendasikan untuk mengikuti Mawapres Tingkat Univesitas itu. Tak
kudapati kesenangan kala itu, bahwa mungkin saja sms itu salah kirim ataupun
yang lainnya. Kala Adzan dzuhur berkumandang, kudapati telepon dari seseorang
yang tak asing lagi di telingaku, ya Beliau adalah dosen pembimbingku selama
Mawapres ini. Beliau menyatakan bahwa rupanya diri yang fakir ilmu ini masuk
dalam 5 besar Mawapres FKIP, tepatnya
berada pada peringkat ke-4. Beliaupun memohon padaku untuk kembali berjuang di
tingkatan selanjutnya. Seketika jantung berdebar dan mulut tak henti menyebut namanya.
“Ya Rabb, inikah amanah lagi darimu? Sanggupkah hamba memikul beban ini, ujian
dalam kebahagiaan rasanya” itulah kata yang berkecambuk dalam hati.
Tak kusangka, foto yang diambil
berempat diatas ialah deretan Juara 1-3 dan aku yang keempatnya. Iya, kebetulan
sekali rasanya. KetetapanNya memang tak bisa ditebak. Tetapi kuyakin,
ketetapanNya takkan salah dan tentu terbaik bagi seorang hamba, meski dalam
ketetapan itu harus menghadirkan derai air mata ataubahkan bahagia yang cepat
sirna.
Wahai pundak,
kuatlah!
Wahai hati,
kuatlah!
Wahai jiwa
raga, bangkitlah!
Wahai mulut,
perbanyak dzikirlah!
Hadapilah!
“Pemilihan
Mahasiswa Berpestasi Tingkat Universitas 2017”
Aksara Menguatara
Amanah di pundak Si Fakir Ilmu
Serang,
September 2017
Salam
Srikandi Tangguh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar