Pengetahuan Jadi Kebenaran
Pengetahuan
berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul pertanyaan, bagaimana
seseorang akan mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang
benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia telah tau dengan
pengetahuannya,maka epistimologi adalah jawabnya. Kepastian yang dicari oleh
epistemology dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan
inilah akan memberi kesempatan pada epistemology untuk menjawabnya.
Apa yang
menjadi ukuran kebenaran sesuatu, jika dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari,
bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang tentu dianggap benar. Akan tetapi belum
tentu kebenaran itu menjadi benar pula bagi orang lain. Jika demikian maka
perlu ada kesepakatan yang bersifat universal tentang kriteria atau ukuran dari
kebenaran. Demikian halnya perlunya kesepakatan tentang ukuran kebenaran
pengetahuan. Sebagai illustrasi, bahwa jika pada wilayah atau negara tertentu
“Berjalan Di Sebelah Kiri” bagi pejalan kaki adalah benar. Benar pada Wilayah
atau negara-negara di Asia seperti di Indonesia, tetapi tidak benar di beberapa
negara di Eropa, dimana bagi pejalan kaki “berjalan disebelah kanan” adalah
benar. “Benar” dalam konteks ini berarti berjalan di jalan raya untuk
memperoleh keselamatan. Dari illustrasi tersebut mengharuskan ada kesepakatan
yang lebih bersifat universal tentang ukuran kebenaran, termasuk ukuran
kebenaran pengetahuan.
Sebagaimana
diketahui bahwa sesungguhnya proses berpikir yang dilakukan seseorang adalah
merupakan suatu aktifitas untuk menemukan kebenaran. Dalam proses berpikir
tersebut perlu memenuhi kriteria kebenaran yang tepat dan bersifat universal
sehingga kebenaran itu daat berlaku bagi siapa saja sebagai hasil pemikiran
dari seseorang. Dapat pula disebutkan bahwa kebenaran itu sesungguhnya tak
lebih dari kesepakatan bersama bahwa yang dimaksudkannya adalah benar. Hal ini
menjadi penting karena Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar
bagi orang lain. Disinilah diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
DEFINISI
DAN JENIS PENGETAHUAN
Secara
etimologi, pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris knowledge.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar. Sedangkan secara terminologi, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik
atau isi dari pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.
Dalam
kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Sedangkan secara epistemologi, setiap
pengetahuan manusia itu adalah hasil dari berkontaknya dua macam besaran yaitu
:
–
Pertama, benda atau yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui.
–
Kedua, manusia yang melakukan berbagai pemeriksaan dan penyidikan dan akhirnya
mengetahui benda atau suatu hal.
Pengetahuan
dalam arti luas berarti kehadiran suatu objek kedalam subjek. Tapi dalam arti
sempit, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran dan
kepastian). Dalam hal ini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi.
Menurut John Hospers, untuk mengetahui terjadinya pengetahuan ada enam hal,
yaitu pengalaman indera, nalar, otoritas (kekuasaan sah yang diakui), intuisi,
wahyu dan keyakinan. Seorang yang pragmatis tidak membedakan pengetahuan dengan
kebenaran. Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah
kontradiksi.
HAKIKAT
DAN SUMBER PENGETAHUAN
Pengetahuan
berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia
adalah makhluk yang selalu mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
Binatang juga mempunyai pengetahuan tapi terbatas untuk kelangsungan hidupnya
(survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk kelangsungan hidupnya.
Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidup. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna pada kehidupan
manusia atau memanusiakan diri dalam hidupnya. Pada hakikatnya manusia dalam
hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan
hidupnya.
Pengetahuan
ini mampu dikembangkan manusia karena disebabkan oleh dua hal utama, yaitu
pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan
berfikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.
1.
Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan
adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah menyusun
pendapat tentang suatu objek atau menyusun gambaran tentang fakta yang
ada di luar akal.
Ada dua
teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu :
1.
Realisme
Teori ini
mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme
adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata
(fakta). Dengan demikian realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar
dan tepat bila sesuai dengan kenyataan. Ajaran realisme percaya dengan sesuatu
atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam dirinya sendiri, serta
tidak terpengaruh oleh seseorang. Penganut realisme mengakui bahwa seseorang
bisa salah lihat pada benda-benda atau dia terpengaruh oleh keadaan
sekelilingnya.
1.
Idealisme
Ajaran
idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses
mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu
pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan
bukan gambaran objektif tentang realitas.
Dalam
realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan diketahui, sedangkan
idealisme sebaliknya. Bagi idealisme dunia dipandang sebagai hal-hal yang
mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Idealisme tidak
mengingkari adanya materi, namun materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas
dan bukan hakikat. Idealisme subjektif akan menimbulkan kebenaran yang relatif
dan berhak untuk menolak kebenaran yang datang dari luar dirinya. Akibatnya
kebenaran yang universal tidak diketahui.
1.
Sumber Pengetahuan
Pengetahuan
yang ada pada kita itu di peroleh dengan menggunakan berbagai alat yang
merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat
tentang sumber pengetahuan antara lain :
1.
Empirisme
Berasal
dari kata Yunani empeirikos yang berarti pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lainya saling
berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat
ditangkapnya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera
dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
Menurut
John Lock (1632-1704), manusia itu mulanya kosong dari pengetahuan,lalu
pengalaman mengisi jiwa yang kosong itu lantas ia memiliki pengetahuan.
Sedangkan David Hume, mengatakan bahwa manusia itu tidak membawa pengetahuan
bawaan dalam hidupnya. sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan ide-ide (ideas).
Ia juga menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibandingkan
kesimpulan logika atau sebab akibat.
Gejala-gejala
alamiah meenurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan dapat
dinyatakan lewat pancaindera. Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk
memperoleh pngetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera.
Kesimpulannya aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.
1I.
Rasionalisme
Aliran ini
menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan
indera dalam memperoleh pengetahuan. Laporan indera menurut rasionalisme
merupakan bahan yang belum jelas. Jadi fungsi panca indera hanya untuk
memperoleh data-data dari alam nyata kemudian akal yang menghubungkan data-data
itu. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide
universal.
Spinoza
memberikan penjelasan yang lebih mudah dengan menyusun sistem rasionalisme atas
dasar ilmu ukur. Menurutnya ilmu ukur merupakan dalil kebenaran yang tidak
perlu dibuktikan lagi. Dari dua aliran tersebut (empirisme dan rasionalisme)
terlahirlah metode ilmiah atau pengetahuan sains. Dalam hal ini pancaindera
mengumpulkan data-data, sedangkan akal menyimpulkan berdasarkan pada
prinsip-prinsip universal yang kemudian disebut universal.
August
Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu
pengetahuan , tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Pada dasarnya aliran ini hanya menyempurnakan empirisme dan
rasionalisme yang bekerja sama dengan memasukkan eksperimen dan ukuran-ukuran.
1II.
Intuisi
Menurut
Henfy Bergson intuisi adalah hasil dari evaluasi pemahaman tertinggi. Kemampuan
ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.
Pengembangan kemampuan intuisi memerlukan suatu usaha. Intuisi bersifat
personal dan tidak bisa langsung diterima begitu saja karena masih perlu
dibuktikan kebenarannya.
Menurut
Nietzchen intuisi merupakan “intelegensi yang paling tinggi” dan menurut Maslow
intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience)
JENIS
PENGETAHUAN
Dalam
mempelajari jenis-jenis pengetahuan dalam filsafat, disini terangkum beberapa
jenis pengetahuan yang terkait juga dengan arti dan perbedaan antara
pengetahuan dan ilmu, jenis-jenis pengetahuan tersebut antara lain :
1.
Pengetahuan Biasa : yaitu
pengetahuan yang dalam filsafat disebut dengan common sense, dan sering
diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia
menerima secara baik. Semua orang menyebutkan benda atau barang itu berwarna
merah karena memang itu merah, dan juga bisa menyebutkan benda itu terasa panas
karena memang benda itu panas, dan sebagainya.
2.
Pengetahuan Ilmiah : ilmu
sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit, science
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang bersifat
kuantitatif dan objektif. Ilmu merupakan suatu metode berpikir secara objektif,
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia nyata. Ilmu
merupakan milik manusia yang komprehensif, dan merupakan lukisan dari
keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam
ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati panca indera manusia.
3.
Pengetahuan Filsafat : yaitu
pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan
spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan
kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan
yang sempit, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam.
4.
Pengetahuan Agama : yaitu
pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat Rasul-Nya. Pengetahuan agama
bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini
mengandung hal-hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan
Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang lebih penting dari
pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang hari
akhir.
PERBEDAAN
PENGETAHUAN DAN ILMU
Dari
jumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara pengertian
pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti,
bahkan ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang
mengandung arti sendiri. Namun jika kedua kata tersebut berdiri sendiri, akan
tampak perbedaan antara keduanya. Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia, ilmu
disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Dari asal
katanya kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu Knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan
peralihan dari kata dalam bahasa Arab‘Ilm. Dari pembahasan sebelumnya,
pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat terwujud
barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat
indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk
ideal yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
Perbedaan
antara ilmu dan pengetahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan
ciri-cirinya. Pengetahuan dan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti
material, keduanya mempunyai perbedaan. Ilmu bertumpu pada analisa terhadap
data pengamatan dan percobaan secara impersonal, yaitu suatu analisa atas
hasil-hasil observasi dan eksperimen serta analisa yang objektif, tidak
subjektif. Sebagai konsekuensi dari definisi ilmu ialah bahwa semua buah
pikiran dan pemahaman yang diperoleh tidak melalui siklus logico, hipotetico,
dan verifikatif, bukan semua ilmu kita sebut pengetahuan. Pengetahuan yang
berpijak pada kenyataan empiris ,bukan dinamakan ilmu. Salah satu ciri teori
keilmuan ialah bahwa ia berdaya ramal (prediksi). Namun harus dibedakan antara
ramalan keilmuan dan ramalan diluar keilmuan.
KEBENARAN
ILMIAH
Kata
“kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun
abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran, artinya adalah proposal yang
benar. Proposal maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan
atau statement. Kebenaran pengetahuan adalah persesuaian antara pengetahuan
dengan objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang dimaksud
sebagai kebenaran adalah pngertian kebenaran yang imanen yakni kebenaran
yang tetap tinggal di dalam jiwa. Maka kebenaran yang melampaui batas-batas
jiwa kita dinamakan pengertian kebenaran yang transenden.
Kita tidak
dapat hidup dengan benar hanya dengan kebenaran-kebenaran pengetahuan, ilmu dan
filsafat, tanpa kebenaran agama. Sebaliknya, kita juga tidak dapat hidup dengan
wajar semata-mata hanya dengan kebenaran agama yang mutlak. Kita dapat hidup
dengan benar dan wajar dengan mengikuti kebenaran yang mutlak, yang juga
mengakui eksistensi dan fungsi kebenaran-kebenaran lainnya yang bersesuaian
atau tidak bertentangan dengan agama. Kebenaran pengetahuan dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain :
ü
Pertama, kebenaran yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan, bahwa setiap
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik
dari jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu meliputi pengetahuan
biasa, pengetahuan ilmiah ,pengetahuan filsafat dan, pengetahuan agama.
ü
Kedua, kebenaran yang berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana
cara seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah dengan penginderaan (akal
pikiran), rasio, intuisi ataupun keyakinan.
ü
Ketiga, nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan
terjadinya pengetahuan itu. Bagaimana hubungan antar subjek dan objek. Jika
subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan itu mengandung kebenaran yang
sifatnya subjektif, sedangkan jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif,
seperti pengetahuan tentang alam.
UKURAN
KEBENARAN
Terdapat
perbedaan yang membedakan jenis kebenaran, yaitu, kebenaran epistimologis,
kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Adapun kebenaran epistimologis
adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam
arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat
segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran dalam arti semantis
adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Teori
yang menjelaskan kebenaran epistimologis adalah sebagai berikut:
1.
Teori Korespondensi
Kebenaran
adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
serasi (correspondens) dengan situasi actual. Dengan demikian, kebenaran
dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif dimana suatu
pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi.
Teori
korespondensi ini pada umumnya di anut oleh para pengikut realisme. Diantara
pelopor teori korespondensi ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel,
Ramsey, dan Tarski. Mengenai teori korespondensi ini kita mengenal dua hal,
yaitu pernyataan dan kenyataan. Dimana kebenaran merupakan suatu kesesuaian
antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
1.
Teori Koherensi Tentang
Kebenaran
Menurut
teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment)
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, melainkan atas hubungan
antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita ketahui
dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Oleh karenanya, putusan ini akan saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan saling menerangkan satu sama
lain. Sehingga lahirlah rumusan “Truth is a systematic coherence” dimana
kebenaran adalah saling hubungan secara sistematis.; ‘Truth is consistency”,
kebenaran adalah konsistensi dan kecocokan.
Dengan
demikian, suatu teori dianggap benar apabila tahan uji (testable). Artinya,
suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji
oleh orang lain, tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru. Oleh
karena itu, apabila teori itu bertentangan dengan data yang baru, secara
otomatis teori pertama gugur atau batal (refutability). Sebaliknya, kalau data
itu cocok dengan teori lama, maka teori tersebut akan kuat (corroboration).
Pendapat ini ditegaskan oleh Karl Popper.
1.
Teori Pragmatisme Tentang
Kebenaran
Menurut
filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung
kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat. Istilah
pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce
(1839-1914). Menurut William James “ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat
kita serasikan, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah
ide yang tidak demikian”. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada
adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus. Nilai tergantung pada
akibatnya dan pada kerjanya, maksudnya pada keberhasilan perbuatan yang
disiapkan oleh pertimbangan tersebut. Menurut pendekatan ini tidak ada yang
disebut dengan kebenaran yang tetap atau kebenaran yang mutlak.
Bagi
pragmatisme, suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut
agama itu sungguh-sungguh ada, tetapi agama itu dianggap benar karena
pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia; berkat kepercayaan orang akan
Tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib dan jiwanya semakin
tenang.
1.
Agama Sebagai Teori
Kebenaran
Kita
sebagai manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu untuk menemukan
suatu kebenaran yaitu melalui agama yang kita anut. Dengan karakteristiknya
sendiri memberikan jawaban atas persoalan asasai manusia; baik tentang alam,
manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran diatas lebih
mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia. Akan tetapi dalam agama
yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. Dengan demikian,
suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu
sebagai penentu kebenaran mutlak.
Beberapa
pedoman penyelidikan agar seseorang berhasil mencapai kebenaran,sebagai berikut
:
1.
Suatu kebenaran hendaknya
tidak begitu saja dianggap benar.
2.
Membuat rincian masalah atau
kesulitan yang dihadapi, dan mulai mencari jawaban secukupnya.
3.
Mengatur pikiran dan
pengetahuan sedemikian rupa, yaitu dengan memulai dari yang paling rendah atau
sederhana ke yang paling komplek.
4.
Membuat pengumpulan fakta
sebanyak-banyaknya dari yang umum hingga menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar