Jumat, 01 Januari 2016

LocWis Jabar



   

Local Wisdom (Kearifan Lokal Kuningan, Jawa Barat)

Filsafat Ikan Dewa


    Kearifan lokal secara umum diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
       Kearifan lokal bentuknya beragam, ada yang bentuknya seperti tradisi turun-temurun, ada yang bentuknya seperti kesenian, pantangan, kepercayaan terhadap sesuatu dan sebagainya. Di daerah Kuningan, Jawa Barat terdapat suatu kearifan lokal yang sudah dipercaya dari turun-temurun, kearian lokal tersebut yaitu Ikan Dewa. Labeobarbus Douronensis merupakan nama latin dari jenis ikan mas yang ada di kawasan Kuningan, Jawa Barat. Tapi masyarakat setempat menyebutnya ikan dewa. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, ikan ini adalah ikan keramat. Jadi mereka tak berani mengambil ikan besar yang ada di tiga tempat yakni di Waduk Darma, Cigugur, dan Cibulan. Ikan ini memang sudah ada sejak dahulu kala, dan berdiam di mata air di kaki Gunung Ciremai. Karena bentuknya yang besar dan dikeramatkan, tak heran kalau banyak mitos soal ikan ini, mulai dari urusan rezeki hingga yang lainnya.
      Penulis akan mengulas mengenai Ikan Dewa yang berada Cibulan yang juga merupakan salah satu objek wisata tertua di Kuningan. Obyek wisata ini diresmikan pada 27 Agustus1939 oleh Bupati Kuningan saat itu, yaitu R.A.A. Mohamand Achmad. Meskipun Cibulan merupakan tempat wisata, namun terkandung kearifan lokal didalamnya yang membuat masyarakat serta para pengujung mengistimewakan dan terus menjaganya agar tetap lestari.
       Menurut cerita yang berkembang di kalangan Masyarakat Desa Maniskidul dan masyarakat Kuningan pada umumnya, ikan dewa yang ada di kolam Cibulan ini konon dahulunya adalah prajurit-prajurit yang membangkang atau tidak setia pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Singkat cerita, prajurit-prajurit pembangkang tersebut kemudian dikutuk oleh Prabu Siliwangi sehingga menjadi ikan. Konon ikan-ikan dewa ini dari dulu hingga sekarang jumlahnya tidak berkurang maupun bertambah. Apabila kolam dikuras, ikan-ikan ini akan hilang entah kemana, namun saat kolam diisi air, mereka akan kembali lagi dengan jumlah seperti semula. Terlepas dari benar atau tidaknya legenda itu sampai saat ini tidak ada yang berani mengambil ikan ini karena ada kepercayaan bahwa barang siapa yang berani mengganggu ikan-ikan tersebut akan mendapatkan kemalangan.
       Di dalam objek wisata ini terdapat dua kolam besar yang berbentuk persegi panjang. Kolam pertama berukuran 35x15 meter persegi dengan kedalaman sekitar 2 meter. Sedangkan, kolam kedua berukuran 45x15 meter persegi yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berkedalaman 60 sentimeter dan bagian kedua berkedalaman 120 sentimeter. Kedua kolam ini selalu dikuras sekali dalam dua minggu, atau bisa lebih. Hal itu bergantung kebersihan air. Setiap kolamnya dihuni oleh puluhan ikan yang berwarna abu-abu kehitaman dan disebut sebagai kancra bodas atau ikan dewa (Tor douronensis). Ukurannya berbagai macam mulai dari yang panjangnya 20-an sentimeter hingga 1 meter. Ikan Dewa adalah sejenis ikan yang dikeramatkan oleh penduduk di sekitar wilayah Desa Manis Kidul karena dipercaya mempunyai keistimewaan tertentu.
       Meski semua kolam itu dihuni puluhan ikan kancra bodas atau ikan dewa, kolam-kolam di Cibulan dibuka sebagai kolam pemandian umum. Tempat rekreasi ini dilengkapi pula dengan fasilitas khas tempat pemandian, seperti tempat ganti pakaian, 6 buah kamar kecil dan 2 buah kamar mandi untuk tempat bilas seusai berenang.
       Selain kolam dengan ikan dewanya yang jinak, di sudut barat pemandian ini juga terdapat tujuh sumber mata air yang dikeramatkan yang bernama Tujuh Sumur. Tujuh mata air ini berbentuk kolam-kolam kecil yang masing-masing mempunyai nama tersendiri, yaitu: Sumur Kejayaan, Sumur Kemulyaan, Sumur Pengabulan, Sumur Cirancana, Sumur Cisadane, Sumur Kemudahan, dan Sumur Keselamatan. Di antara ketujuh sumur itu, konon ada salah satu sumur yang berisikan Kepiting Emas, yaitu Sumur Cirancana. Apabila ada orang yang sedang mujur dan dapat melihat wujud dari Kepiting Emasitu, maka segala keinginannya akan terkabul.
       Tujuh mata air itu terletak mengelilingi sebuah petilasan yang konon merupakan petilasan Prabu Siliwangi ketika ia beristirahat sekembalinya dari perang melawan Kasultanan Mataram. Petilasan itu berupa susunan batu seperti menhir dan dua patung harimau loreng (lambang kebesaran Raja Agung Pajajaran). Tujuh sumur dan petilasan Prabu Siliwangi ini sering dikunjungi orang untuk berziarah, terutama pada malam Jumat Kliwon atau selama bulan Maulud dalam penanggalan Hijriah. Mereka percaya bahwa air di tempat itu akan membawa berkah dan dapat mengabulkan permohonan mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar