Menuntun
Hati Menghadap-Nya
Sulit
dimengerti dan sulit dipahami itulah sebuah perasaan. Sebuah rasa erat
kaitannya dengan pusat dimana perasaan itu berada. Ya, pusat itu adalah hati. Semakin
bertambahnya usia tentunya semakin matanglah hati itu, semakin lincah dia
berjalan, semakin gesit merasakan dan semakin seringlah dia bergerak. Tapi, terkadang
pergerakan hati itu terlalu aktif bahkan dapat dikatakan dia sibuk, yap sibuk
merasakan, mengerjakan dan menikmati sejuta bahkan milyaran urusan duniawinya.
Hari-hari
sang hati terisi oleh pelangi kehidupan. Bahagia, sedih, semangat, letih telah
dia rasakan selama melewati hari-harinya di dunia ini. Salah satu kegiatan yang
disenanginya ialah berorganisasi, melalui organisasi dia bisa menghilangkan
rasa penatnya ditengah hiruk-pikuknya tugas-tugas yang diberikan guru atau
dosennya. Yap, melalui wadah organisasi tersebut sang hati bisa mencurahkan rasa
lelahnya atau rasa penatnya belajar dan belajar. Mencurahkan isi hati ke hati
yang lain itulah kesenangannya. Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri ternyata
si hati terkadang terlena akan itu semua, lupa akan kewajibannya. Kewajiban
apa? Yap dia lupa akan kewajibannya menghadap Rabb-nya. Keasyikannya
mencurahkan keluh kesahnya kepada hati yang lain atau sibuk mencari hati lain
untuk dijadikan tambatan hati ? Entahlah,. Yang pasti mencurahkan keluh kesah
kepada hati lain akan sia-sia tanpa mencurahkan kepada siapa yang
menciptakannya ( menciptakan hati itu sendiri ).
Meskipun
otak dan hati sama-sama bekerja (bersinergi) tapi satu yang perlu kita ketahui
pergerakan otak bisa dikendalikan oleh hati tapi hati cukup sulit dikendalikan
otak, hanya hati yang bermasalahlah yang mudah dikuasai dan dikendalikan
otaknya.
Rasulullah
SAW bersabda, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam jasad manusia ada
segumpal daging, jika segumpal daginng itu baik, maka baiklah seluruh jasad,
jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad, Ketahuilah, dia
itu adalah hati”.
Hati
yang terlanjur dikendalikan otak dan nafsunya terkadang memang sulit kembali
pada posisinya yaitu posisi dimana hati harus bisa menjadi penyeimbang diantara
keduanya. Jangan sampai otak dan nafsu kita membuat hati kita rusak dan bahkan merusakkan
jasad kita. Terkadang di situasi seperti ini butuh uluran dari hati yang lain.
Butuh dituntun untuk menjadikan semuanya kembali pada semula. Menuntun ialah tugas hati yang lain untuk bisa
membawa atau bahkan menarik hati yang bermasalah tersebut, dialah hati yang
terjebak oleh penguasaan otak dan nafsunya.
Menyentuh
hati dan menuntunnya ? Apakah bisa ?
BISA
! Itulah kemungkian besar jawabanya. Memang terdengarnya sulit menyelamatkan
hati yang dipenjarakan oleh otak dan nafsunya, namun dengan tekad kuat,
keikhlasan dan kesabaran bi idznillah hati itu bisa terbebas dari belenggu otak
dan nafsu buruknya itu. Disinilah peran hati yang lain dalam membebaskan hati
yang terjebak itu. Yap siapapun bisa membebaskannya? Yakin Bisa ?
“BISA
BILA KAMU RELA”
“RELA
MENDAKWAHI HATI ITU”
“Memang
seperti itu dakwah, Dakwah adalah cinta. Cinta akan meminta semuanya darimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan
ditengah lelapmu, isi mimpimupun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai”.
– K.H. Rahmat Abdullah[1]
Yap
sudah semestinya kita berikhtiar untuk menjadi pemuda islam yang mampu berjihad
di jalan Allah dan selalu ikhtiar dalam keistiqomahan tersebut. Menjadi hati
yang membebaskan (Menuntun hati itu bebas?) atau Menjadi hati yang
terpenjarakan ? Pilih mana ? Tanyakanlah pada hati kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar