Bagaimana Akal Menunjukan Allah Ta’ala ? (2)
Ilmu pengetahuan pun membuktikan!
Selain hal tersebut,
keberadaan alam semesta dari ketiadaan juga dibuktikan oleh ilmu pengetahuan
modern. Diantara ilmu pengetahuan modern yang menunjukan bahwa alam semesta ini
bersifat baru, berasal dari ketiadaan dan akan kembali tiada adalah teori Hukum
Termodinamika 2 dan teori Big Bang.
Hukum termodinamika 2
menyatakan bahwa energi panas hanya akan berpindah dari zat yang memiliki suhu
temperatur panas menuju ke zat yang memiliki suhu temperatur lebih rendah.
Artinya energi kalor hanya bergerak menuju satu arah. Sebagai contoh ketika
seekor beruang kutub berada di lautan es, maka kalor dari tubuh beruang kutub
tersebut akan berpindah ke es yang berada di bawahnya, dan tidak akan terjadi
kalor yang berada dari kutub es berpindah ke tubuh beruang tersebut.
Dengan demikian, suhu
kalor di dunia ini akan semakin menurun, dan akan ada satu waktu dimana alam
semesta ini kehilangan energi kalor dengan totalitas. Suhu dingin akan mencapai
titik beku, yaitu nol derajat. Pada saat itu tidak akan ada lagi energi,
sehingga mustahil akan adanya kehidupan. Hal ini menunjukan bahwa alam semesta
ini berkaitan dengan waktu. Artinya ada permulaan dan ada akhir dari keberadaan
alam semesta ini.
Adapun teori Big
Bang menyebutkan bahwasanya keberadaan alam semesta ini berasal dari
ledakan yang super dahsyat yang terjadi lebih dari lima belas ribu juta tahun
yang lalu. Meskipun hal ini masih bersifat zhan (praduga), belum
bisa dipastikan kebenarannya, namun para ilmuan sudah menjadikannya sebagai
salah satu bukti ilmiah bahwasanya alam semesta ini bersifat baru. Dan mereka
para ilmuan telah memberikan bukti bukti yang sangat banyak yang menunjukan
kebenaran teori ini, yang setiap bukti bisa juga di jadikan dalil tersendiri
bahwasanya alam semesta ini bersifat baru, berasal dari ketiadaan.
Hanya Allah yang layak menciptakan alam semesta
Setalah kita
mengetahui, bahwasanya alam semesta ini bersifat baru. Dan kemudian yang baru
pasti ada yang menciptakan. Maka pertanyaan, siapakah yang telah menciptakan
alam semesta dari yang tadinya tidak ada menjadi ada?
Jawaban dari
pertanyaan ini hanya ada dua kemungkinan; alam semesta sendiri yang telah
menciptakan dirinya sendiri, atau Zat lain di luar dari alam semesta yang
menciptakannya. Secara logika tidak mungkin alam semesta menciptakan dirinya
sendiri. Karena proses penciptaan menghajatkan adanya perbuatan. Sementara jika
alam semestanya belum ada, bagaimana dia akan berbuat? Maka tinggal kemungkinan
kedua yang berlaku, bahwasanya alam semesta ini telah diciptakan oleh Zat
diluar dari alam semesta.
Kemudian Zat yang di
luar dari alam semesta juga ada dua kemungkian; bersifat baru juga dan berasal
dari ketiadaan, atau Zat yang bersifat azali tanpa permulaan. Jika hal tersebut
bersifat baru, maka akan menghajatkan pencipta yang lain karena dia bersifat
baru, jika pencipta lain yang menciptakannya juga bersifat baru, akan
menghajatkan pencipta yang lain juga, dan begitu seterusnya. Tentu hal ini
tidak mungkin, karena akan terjadi tasalsulul hawadits, yaitu kejadian
terus menerus yang tidak ada ujungnya. Dan jika seperti ini, maka hasilnya
tidak akan ada penciptaan sama sekali. Tidak akan ada alam semesta ini.
Bagaimana hal
tersebut bisa terjadi? Untuk memperjelas hal ini kita umpamakan dengan seorang
narapidana yang telah diputuskan hukuman mati. Namun algojo yang bertugas
mengeksekusinya tidak bisa melaksanakan tugasnya hingga turun perintah dari
atasannya, begitu juga dengan atasannya, tidak bisa memberikan perintah hingga
turun perintah dari atasan yang lebih senior darinya, dan begitu seterusnya,
setiap atasan tidak bisa memberikan perintah kecuali telah turun perintah dari
atasannya yang lebih senior. Maka jika hal ini berlanjut tanpa ada ujungnya
maka yang terjadi tidak akan ada eksekusi.
Namun jika ternyata
kita mendapatkan narapidana tersebut telah di eksekusi, kita pun mengetahui
bahwasanya ada perintah dari atasan tertinggi yang tidak lagi memiliki atasan,
sehingga untuk menurunkan perintah, tidak perlu lagi menunggu perintah dari
atasannya yang lain.
Begitu juga dengan
keberadaan alam semesta ini, menunjukan disana ada Zat yang telah menciptakan.
Yaitu mana Zat tersebut bersifat Azali, tanpa permulaan, dan tanpa diciptakan.
Dialah Allah ta’ala, Rabb segala makhluk Nya.
Al Qur’an menjelaskan
Meskipun dalil diatas
bersifat akal, namun hal tersebut telah termaktub di dalam Al Qur’an. Allah ta’ala
dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an mengajak manusia untuk berfikir akan
penciptaan manusia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan tidakkah
manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu,
sedang ia tidak ada sama sekali?”1
Juga dalam firman Nya
(yang artinya),
“dan sesunguhnya
telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama
sekali.”2
Artinya keberadaan
manusia setelah sebelumnya tiada menunjukan keberadaan Allah yang telah
menciptakannya.
Begitu juga dengan
firman Allah ta’ala (yang artinya),
Dalam ayat di atas,
Allah ta’ala mengingatkan kita untuk berfikir dengan akal sehat kita,
bersandarkan kepada hal yang kita ketahui secara naluri. Bahwasanya penciptaan
manusia tidak terlepas dari tiga hal; yang pertama, manusia tidak ada
yang menciptakan, dia ada dengan sendirinya. Yang kedua manusia ada
karena diciptakan, dan manusia sendirilah yang menciptakannya. Sedangkan yang ketiga,
manusia ada karena diciptakan, dan yang menciptakannya adalah Zat selain
manusia.
Tidak diragukan lagi,
bahwa kemungkinan pertama dan kedua adalah sesuatu yang mustahil. Dan
kemustahilannya adalah sesuatu yang sudah terpatri dalam pikiran manusia, tidak
lagi memerlukan dalil. Maka yang tersisa hanya kemungkinan yang ketiga; bahwa
manusia diciptakan oleh Allah ta’ala. Zat Yang Maha Hidup, Maha Kuasa
atas segala sesuatunya, yang telah menciptakan mereka, sehingga layak untuk
diibadahi oleh mereka.4
___
2 Qs. Maryam : 9
4 Adhwa’ul Bayan,
Muhammad Amin Syinqithi (3/494) dengan sedikit perubahan.Sumber: https://muslim.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar