Selasa, 01 Desember 2015

Kuliner "Rabeg" sebagai Identitas Budaya Banten



Local Wisdom (Kearifan Lokal Banten)

Kuliner “Rabeg” sebagai Identitas Budaya Banten



    Kearifan lokal secara umum diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Kearifan lokal bentuknya beragam, ada yang bentuknya seperti tradisi turun-temurun, ada yang bentuknya seperti kesenian, pantangan, kepercayaan terhadap sesuatu dan sebagainya. Kuliner dapat menjadi kearifan lokal juga, salah satuya yaitu kulier “Rabeg”. Seperti di masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lainnya di Nusantara, seperti telah disebutkan, ada banyak ragam makanan atau kuliner, masyarakat Banten memiliki makanan khas yang dapat menjadi penanda atau penciri kultural masyarakat Banten, semisal nasi sumsum, nasi uduk, dan rabeg wedhus, untuk menyebut beberapa contohnya saja.
Keragaman makanan atau kuliner masyarakat Banten itu, juga mencerminkan keragaman dan kekayaan kultural, yang pada saat bersamaan, juga menjadi penciri alias penanda aspek-aspek sosial dan historis makanan atau kuliner itu sendiri. Sebagai contoh, rabeg wedhus konon dalam sejarahnya merupakan menu makanan favorit para Sultan Banten, yang dapat dikatakan sebagai menu wajib di keraton Kesultanan Banten. Sementara nasi sumsum dan nasi uduk merupakan makanan dan kuliner masyarakat Banten kebanyakan alias masyarakat Banten pada umumnya. Meski untuk konteks saat ini, diferensiasi tersebut telah lebur, hilang, dan mencair seiring perubahan sosial-politik masyarakat dan maraknya kehidupan masyarakat kapitalis mutakhir yang nyaris seragam.
Singkatnya, meskinya mulanya kuliner atau makanan tertentu merupakan menu kelas tertentu pula, sekarang sudah tidak lagi berlaku, alias telah mengalami demokratisasi makanan dan kuliner dalam masyarakat Banten, seperti juga dalam masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lain di Nusantara. Hampir semua kesultanan yang ada di Indonesia baik yang masih ada ataupun tidak, pasti memiliki santapan yang menjadi sajian khas keluarga kerajaan. Salah satunya adalah Kesultanan Banten yang memiliki rabeg sebagai santapan khas bagi keluarga kerajaan. Meskipun Kesultanan Banten kini sudah tidak ada, eksistensinya masih dapat dinikmati melalui rabeg, kuliner yang dahulu sangat disukai keluarga kesultanan.
Rabeg sendiri adalah kuliner yang menggunakan olahan daging kambing atau sapi sebagai bahan utamanya dan diperkirakan telah ada sejak zaman Sultan Maulana Hasanuddin.  Cerita yang berkembang, munculnya rabeg diawali dengan Sultan Maulana Hasanuddin menunaikan ibadah haji di tanah Arab. Saat itu kota pelabuhan yang pertama didatangi adalah Rabig, sebuah kota di tepi Laut Merah. Sultan merasa takjub dengan keindahan yang disaksikannya. Dirinya pun tak melewatkan untuk bersantap makanan setelah berhari-hari mengarungi samudra. Makanan yang dimakannya saat itu berupa olahan daging kambing yang lezat.
 Pulang dari ibadah haji, sultan meminta kepada juru masak untuk dibuatkan makanan yang pernah ia santap di Kota Rabig. Hal ini mendapat respon kebingungan dari juru masak. Tidak ingin mengecewakan sultan, juru masak memasak yang diminta sultan dengan menerka-nerka seperti apa jenis makanan yang dimakan sultan di tanah suci.
Diluar dugaan, ternyata masakan sang juru masak disukai sultan dan akhirnya sajian yang dibuat para juru masaknya ini dinamakan dengan rabig hingga pelafalannya berubah menjadi rabeg.
Versi lain menyebutkan, kuliner ini merupakan akulturasi yang memadukan budaya Arab dan nusantara khususnya Banten. Dikarenakan dahulu Banten merupakan kota pelabuhan yang ternama dan dijadikan tempat perdagangan hingga persinggahan. Hal ini yang membuat para pedagang dari Arab datang dan berbaur hingga menetap di Banten. Hal ini menyebabkan kuliner rabeg lahir, olahan kambing yang menjadi ciri khas budaya Arab ini berbaur dengan rempah-rempah nusantara yang melimpah.
Rabeg memiliki citarasa yang manis dan pedas, semuanya tergantung selera. Biasanya masyarakat Banten memasak rabeg atau menyajikan pada saat pesta dan acara selamatan, terutama pada selamatan akikah kelahiran anak. Lain lagi jika rabeg hadir saat proses acara akikah, acara memotong rambut bayi bagi umat muslim. Dalam acara ini rabeg akan dibuat manis. Hal ini diharapkan agar si bayi akan menjadi orang yang selalu merasakan hal yang manis saat dewasa kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar