Pengertian dan Kajian Filsafat
Dalam kehidupan
sehari – hari kita mungkin sering mendengar kata filsafat. Lalu apakah kita
sudah mengetahui pengertian dari filsafat tersebut? Banyak juga orang yang
belum mengetahui makna sesungguhnya dari filsafat padahal filsafat adalah ilmu
yang penting karena filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Selain
itu banyak pula yang belum mengetahui ruang lingkup dari filsafat. Sesungguhnya
ruang lingkup filsafat saling berhubungan dengan pengertian filsafat itu
sendiri.
Maka
dari itulah kami menyusun makalah ini untuk memberi penjelasan sedikit tentang Pengertian
Filsafat serta Ruang Lingkup Filsafat. Selain itu, makalah ini juga
ditujukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Umum.
Pengertian
Filsafat
Kata
filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata filosofein
yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tesebut juga berasal dari kata
Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti
mencintai, atau philia yang bererti cinta dan Sophia yang berarti
kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang
biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan“.
Arti
kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata
filsafat sebab pengertian “mencintai” belum memperhatikan keaktifan seorang filosof
untuk memeperoleh kearifan dan kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim
berlaku di Timu (Tiongkok dan India), seseorang disebut filosof bila dia telah
mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian lazim
di Barat, kata “mencintai” tidak perlu mendapat kebijkasanaan karena itu
yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda
dengan pengertisn di Timur. Dengan menyebut filsafat sebagai “cinta akan
kebijaksanaan”, maka timbullah pertanyaan : apakah kebijaksanaan yang dikejar
itu? Yang jelas kebijaksanaan itu ada sangkut pautnya dengan mengerti (know)
dengan pengetahuan (knowledge). Akan tetapi tidak setiap “mengerti”
itu kebijaksanaan atau bahkan filsafat. Yang pasti bahwa kebijaksanaan dan filsafat
itu suatu bentuk tertentu, boleh dikatakan merupakan pengetahuan dalam
bentuknya yang tertinggi.
Refleksi
manusia terhadap realitas mungkin berawal dari ketakjuban atau keheranan,
ketidakpuasan, keraguan atau kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan
(ketidakberdayaan). Hal – hal itu kemudian diteruskan menjadi sebuah
pertanyaan, dan pertanyaan dicoba jawab secara sistematis, logis dan mendasar.
Dari sinilah asal mula filsafat itu lahir.
Pengertian
filsafat dapat dipandang dari dua segi: pertama, dilihat dari segi hasil
pengetahuan. Kedua, filasafat dilihat dari segi aktifitas budi manusia.
Dilihat dari segi pengetahuan, filasfat adalah jenis pengetahuan yang
berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada.
Jadi,
kalau kita berbicara tentang filsafat mungkin berbicara tentang jenis
pengetahuan yang disebut filsafat atau mungkin aktifitas budi manusia dalam
mencari keterangan yang terdalam tentang segala sesuatu yang ada.
Ada
beberapa definisi yang telah diberika oleh pemikir atau filossof:
- Plato (427 SM – 348 SM) “filasafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli”.
- Aristoteles (382 SM – 322 SM) “ filasfat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandugn didalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”.
- Al Farabi (870 M – 950 M) “ filasfat adalah ilmu pengetahuan tentang alam bagaimana hakekatnya sebearnya”.
- Descartes (1590 M – 1650 M) “filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di aman Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan”.
- Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang menckup di dalamnya beberapa persoalan:
1.
Apakah yang dapat kita
ketahui? (Jawabnya : Metafisika)
2.
Apakah yang harus kita
kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3.
Sampai dimanakah harapan
kita? (Jawabnya : Agama)
4.
Apakah yang dimanakan
manusia? (Jawabnya : Atropologi)
- Harun Nasution : “Filasafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat tradisi,agama atau dogma) dan dengan sedalam–dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar (akar) persoalan”.
- Al – Kindi : “Dikalangan kaum kalangan orang muslim orang yang pertama memberikan pengertian filasafat dan lapangnya adalah Al – Kindi, ia membagi filsafat menjadi 3 bagian:
1.
Thabiiyyat (ilmu fisika)
sebagai sesuatu yang berbenda.
2.
Al–ilm al – rriyadli
(matematika) terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik )
berhubungan dengan tapi punya wujud sendiri.
3.
Al – ar – rububiyyah
(ilmu ketuhanan)
- Ibnu Sina : pembagian ilmu filfasat bagi Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian yang sebelumnya, filasafat teori dari filasafat praktis. Filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah:
Ilmu
tentang turunnya wahyu dan makhluk – makhluk rohani yang membawa wahyu itu,
dengan demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan dari sesuatu yang
bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar. Ilmu akhirat
antar ilmu antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak
dihidupkan lagi badannya akan tetapi rohnya, maka roh yang abadi itu akan
mengalami siksa dan kesenangan.
- I.R Poedjaeijatna : “filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam – dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada”.
- W.M Bakker SY: “ filsafat adalah refleksi rasional atas keseluruhan keadaan untuk mencapai hakekat dan memperoleh hikmah.
- Hasbullah Bakry : “ ilmu filsafar adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu”.
Dari
definisi – definisi itu, maka dapat ditarik kesinpulan bahwa:
Deifinisi
itu pada umumnya mengandung pengertian yang subjektif, yaitu papa yang kita
artikan sendiri lepas dari pengertian orang lain, jadi masing – masing orang
bisa mempunyai pengertian sendiri tentang filsafat.
Pengertian
yang operasional, yaitu pengertian – pengertian tentang perbuatan – perbuatan
yang dijalankan dengan berfilsafat. Sebab kalau kita berfilsafat mungkin ada
masalah – masalah yang menarik seseorang tetapi tidak menarik (intres)
pada orang lain. Masalah ini menyebabkan keragu – raguan, dan keraguan ini
harus dijawab dengan studi yang khusus, studi ini disebut filsafat.
Pengertian
objektif yaitu pengertian yang berlaku dan diterima oleh umum dimana saja san
oleh siapa saja.
Meskipun
para ahli pikir iut berbeda pendapat tentang definisi filsafat, anmun bila
piperhatikan terdapat titik – titik persamaannya, yaitu :
- Bahwa filsafat adalah suatu bentuk “mengerti”
- Semua mengakui bahwa filasafat termasuk “ilmu pengetahuan”
Ilmu
pengetahuan yang manakah? Ilmu pengetahuan yang mengatasi lain – lain ilmu.
Mengatasi dalam arti lebih mendalam, universal, lebih sesuai dengan kodrat
manusia.
Filsafat
Sebagai Ilmu
Dikataka
filsafat sebagai ilmu karena didalam pengertisn filasaft mengandung empat
pertanyaan ilmiah, bagaimana, mengapa, kemana, dan apakah.
Pertanyaan
bagaimana menanyakan sifat – sifat yang dpaat ditangkap atau tmapak oleh indra.
Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Pertanyaan
mengapa menayakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Pertanyaan
kemana menanyakan apa yang terjadi di asa lampau, masa sekarang dan masa yang
akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan ,yaitu :
pertama, pengetahuan yang timbul dari hal – hal ayng selalu berulang – ulang
(kebaisaan) yang nantinya pengetahuan terdebut dapat dijadikan sebagai pedoman.
Ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua,
pengetahuan yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Dalam hal ini tidak dipermasahkan apakah pedoman tersebut selalu
dipakai atua tidak. Pedoma yang swlalu dipakai disebut hukum. Ketiga,
pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal
yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari ajawaban
kemana adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
Pertanyaan
apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat
ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga
hanya dapat dimengartu oleh a kal. Ajawaban atau pengetahuan yang diperolehnya
ini kita dapat mengatahui hal – hal yang bersifat sangat umum, universal,
abstrak.
Dengan
demikian, kalau ilmu – ilmu yang lain (salain filsafat) bergerak dari tidak
tahu ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari yang tidak tahu ke tahu
selanjutnya ke hakikat.
Untuk
mencari/memperoleh pengetahuan hakikat harusnya dilakukan dengan abstraksi,
yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat – sifat yang
secara kebetulan (sifat – sifat yang tidak harus ada), sehingga akhirnya
tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka
pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.
Filsafat
Sebagai Cara Berpikir
Berpikir
secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yand sangat mendalam sampai
hakikat atau berpikir secara global/menyeluruh atau berpikir yang dilihat sari
berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang pengetahuan. Berpikir yang
dwmikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara cepat dan benar serta
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
:
1.
Harus Sistematis
Pemikiran
yang sistematis ini dapat diartikan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang
rasional. Sistematis adalah masing – masing unsure saling berkaitan satu sama
lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang
filosof banyak dipegaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan,zamannya, pendidikan
dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
1.
Harus Konsepsional
Secara
umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang
melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut
mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari
“konsepsinal” tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi
(jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan
prosesnya.
1.
Harus Koheren
Koheren
atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang
bertentangan satusama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat sesuatu
kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya memuat
kebenaran logis, uraian terebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren.
1.
Harus Rsional
Maksud
rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran
filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran
yang mempunyai kaidah/tata cara.tata cara berpikir.
1.
Harus Sinoptik
Sipnotik
artinya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam
kebersamaan secara integral.
1.
Harus Mengarah pada
Pandangan Dunia
Maksudnya
adalah [emikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan
dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya
menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
Filsafat
Sebagai Pandangan Hidup
Diartikan
sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat
kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk
Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia
secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk
monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara
total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber
penjelmaan bermacam – macam filsafat sebagai berikut :
1)
Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.
2)
Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika).
3)
Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat
melahirkan filsafat antropologi.
4)
Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat
ketuhanan.
5)
Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat
sosial.
6)
Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir
(logika).
7)
Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan
filsafat tingkah laku (etika).
8)
Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.
9)
Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai
(aksiologi)
10)
Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara.
11)
Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural dapat melahirkan
filsafat agama.
Filsafat
sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup
yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari –
hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi
dalam hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan
cara hidup. Sikap dan cara tersebut akan muncul apabila manusia mampu
memikirkan dirinya sendiri secara total.
1.
Objek dan Ruang Lingkup
Filsafat
Seperti
ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi
objek materi dan objek formal. Dalam kaitan ini, Louis O. Kattsoff menulis
bahwa : “Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui
manusia”.
Sedangkan,
A.C.Ewing mengatakan : “pertanyaan – pertanyaan pokok filsafat adalah Truth (kenenaran),
Matter (materi), Mind (budi), the Rlation of Matter and Mind (hubungan
materi dan budi), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab), Freedom
(kemerdekaan), Monism versus Pluralism (monisme melawan pluralisme) dan God
(Tuhan).
Sementara
M.J. Langeveld menyatakan : “Bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada
pemikiran keseluruhan segala sesuatu (sarwa) yang ada secara radikal dan
menuru sistem.”
Objek
Materi dan Objek Formal ilsafat :
Objek
Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang didelidiki (hal yang dijadikan
sasaran penyelidikan). Atau segala sesuatu yang ada. “ada” di sini mempunyai
tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran dan kemungkinan.
Pengertian
lain adalah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala ssuatu yang
dimasalahkan oleh atau dalam filsafat, terdapat tiga persoalan pokok :
1.
Hkikat Tuhan
2.
Hakikat Alam
3.
Hakikat Manusia
Objek
Formal Filsafat yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan
tersebut dipandang. Objek Formal filsafat adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh
di sini berarti bahwa filsafat dalam memandangnya dapat mencapai hakikat
(mendalam), atau tidak ada satupun yang ebrada di luar jangkauan pembahasan
filsafat.
Objek
formalnya adalah metode untuk memahami objek materil tersebut, seperti
pendekatan induktif dan deduktif. Pengertian lain menyebutkan bahwa Objek
Formal Filsafat adalah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam – dalam
sampai ke akar – akarnya) tentang objek materi filsafat.
Menurut
Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah ada dan mungkin ada. Objek
materi tersebut sama dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Objek material
filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak dan ada yang
tidak tampak. Yang tampak adalh empriris sedangkan yang tidak tampak adalah
alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat menjadi tiga
bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran dan yang
ada dalam kemungkinan. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang
lainnya adalah objek formalnya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan
berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat
hendak mencari keterangan yang sedalam – dalamnya, inilah objek formal
filsafat.
Dalam
perspektif ini dapat diuraikan bahwa ilmu filsafat pada prinsipnya memiliki 2
objek substansif dan 2 objek instrumentatif, yaitu :
1.
Objek Substantif yang
terdiri dari 2 hal
a)
Kenyataan
Fakta
(kenyataan) yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta
ini ada beberapa aliran filsafat yang memberikan pengertian yang berbeda –
beda, diantaranya yaitu positivme (hanya mengakui pengayatan yang empirik dan
sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara sensual satu
dengan yang lainnya. Data empiriksensual tersebut harus objektif tidak boleh
masuk subjektifitas peneliti. Fakta itu yang faktual ada phenomenologi. Fakta
buka sekedar data empirik sensual tetapi data yang sudah dimaknai sehingga ada
subjektifitas peneliti tetapi, subjektifitas peneliti disini tidak berarti
sesuai selera peneliti.subjektif dalam arti tetap selektif sejak dari
pengumpulan data, analisis data sampai kesimpulan.data selektifnya disa berupa
ide moral dan lain-lain.orang yang mengamati terkait langsung pada
konsep-konsep yang dimiliki.
b)
Kebenaran
Positivisme,
benar substantif yang menjadi identik dengan benar sesuai dengan empiri
sensual. Kebenaran positivistik didasarkan pada ditemukan frekwensi tinggi atau
fariansi yang besar. Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondwnsi
antara fakta yang satu dengan fakta yang phenominology. Kebenaran dibuktikan
berdasarkan pada oenemuan yang esensial yang dipilih dari non esensial atau
esksemplar dan sesuai dengan skema tertentu. Secara dikenal 2 teori kebenaran,
yaitu kebenaran korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Bagi phenominology
fenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji kebenarannya dengan yang
dipercaya. Realisme methafisik ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu
koheren dengan kebenaran objektif universal. Realisme sesuatu yang benar
apabila didukung teori dan ada faktanya. Realisme baru menutut adanya konstruk
teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya empiri terkonstruk pula.
Islam sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual yang koheren dengan
kebenaran transeden berupa wahyu. Pregamatisme mengakui kebenaran apabila
faktual berfungsi. Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori,
menurut Michael Williams ada 5 teori kebenaran yaitu:
–
Kebenaran Preposisi yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran
preposisinya baik preposisi formal maupun preposisi materialnya.
–
Kebenaran Koherensi atau Konsistensi yaitu teori kebenaran yang mendasarkan
suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suau pernyataan denag
pernyataan-pernyataan yang lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima
dan diakui kebenarannya.
–
Kebenaran Performatif yaitu teori kenbenran yang mengakui bahwa sesuati itu
dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.-Kebenaran
Praqmatik yaitu toeri kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila
mempunyai kegunaan praktif. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila
mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
2.
Obyek Instrumentatif yang
terdiri dari dua hal:
a.
Konfirmasi
Fungsi
ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang
atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi absolut denga menggunakan landasan : asumsi, postulat atau axioma
yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi probabilistik dengsn mengggunakan metode induktif, deduktif,
reflektif.
Pemaknaan
juga dapat ditmpilkan sebagai konfirmasi probabilistik dengan menggunakan
metode induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian apriori
dan aposteriori. Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran perdiksi
para ahli mendasarkan pada dua aspek : (1) Aspek Kuantitatif (2) Aspek
Kualitatif. Dalam hal konfirmasi.sampai saat ini dikenal ada tiga teori
konfirmasi, yaitu:
- Decision Theory: menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
- Estimation Thory: menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar atau salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
- Reliability Analysis: menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hepotesis.
1.
Logika inferensi
Study
logika adalah study tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya liogika dibangun
oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan menegetengahkan tiga prinsip atau hukum
pemikiran, yaitu: Prinsipium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium
Countradictionis (Qanun Ghairiyah) dan Principium Exclutii Tertii (Qanun
Imtina’). Logoka ini sering juga disebut dengan logika inferensi karena
konstribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji
inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering
disebut dengan logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold H. Titus
menerapkan ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi
aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak
ilmuan yang juga filusuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan sering
pula menyntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu.
3.
Ruang Lingkup Filsafat
Pada
dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek
foramal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
seperti tubuh manusia yang menjurus pada ilmu kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar