Pada dasarnya
keyakinan akan keberadaan Allah Ta’ala merupakan hal yang bersifat
naluri atau fitrah. Seseorang tidak perlu berfikir atau belajar untuk
mengetahui bahwa Allah itu ada. karena pengetahuan tersebut sudah ada sejak dia
diciptakan. Sama hal nya dengan pengetahuan seseorang bahwa kue yang telah di
potong lebih sedikit dari kue yang masih utuh. Atau pengetahuan bahwasanya
suatu perbuatan pasti ada pelakunya. Seorang anak kecil pun ketika dia dipukul
dari belakang misalnya, dengan nalurinya dia akan menengok, dan mencari siapa
pelakunya. Kalau kemudian dikatakan kepadanya bahwa tidak ada seorang pun yang
memukulnya, dia tidak akan percaya. Bahkan mungkin dia akan menangis hingga
mengetahui siapa yang memukulnya untuk kemudian bisa membalasnya. Begitu juga
tentang pengetahuan seseorang adanya Allah sebagai Tuhan pencipta. Tanpa
berpikir dan belajar pun hal tersebut sudah ada, tertanam dalam setiap jiwa
manusia.
Karena hal ini lah
para Nabi pun heran ketika musuh-musuh Allah menolak risalah yang dibawa oleh
para Nabi dan mengatakan, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu
disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam
keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya” 1.
Maka para Nabi pun
menjawab, “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?”2.
Maksudnya, apakah
keberadaan Allah pantas untuk diragukan? Sedangkan fitrah dan naluri menusia
menyaksikan akan keberadaan Nya? Ini sesuatu yang tidak mungkin untuk
diingkari, sama halnya dengan seseorang yang mengingkari bahwasanya di atas
lebih tinggi daripada di bawah. Atau mengingkari bahwasanya satu lebih sedikit
daripada dua. Semuanya merupakan fitrah, naluri yang telah Allah tanamkan dalam
jiwa setiap orang.
Namun jika kita
melihat sejarah kehidupan manusia, bahkan hingga saat ini, kita melihat adanya
orang orang yang menyangkal keberadaan Allah Ta’ala. Adanya orang orang
yang berkeyakinan bahwasanya alam semesta ini ada dengan sendirinya. Bahwa
manusia muncul semata mata karena faktor alam. Bahkan lebih daripada itu, di
antara mereka ada yang mengaku dirinya sebagai tuhan pencipta!!
Meskipun begitu pada
hakekatnya hati kecil mereka tidak akan pernah bisa menyangkal keberadaan
Allah. Apa yang mereka lakukan hanyalah sebuah bentuk keangkuhan dan
kesombongan dalam diri mereka3. Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan mereka mengingkarinya
karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya”4.
Namun begitulah
adanya, fitrah seringkali mengalami keraguan dan kebingungan ketika diiringi
dengan keangkuhan dan kesombongan. Sehingga perlu untuk menunjukan dalil atau
bukti lain kepada mereka akan keberadaan Allah ta’ala. Salah satunya adalah
dengan akal. Menggunakan akal fikiran untuk menetapkan keberadaan Allah
merupakan salah satu metode Al Qur’an yang sering di gunakan oleh para ulama sejak dahulu.
Dalil akal yang
menunjukan akan keberadaan Allah sebagai tuhan pencipta sangat banyak dan
bermacam macam bentuknya, namun dalam tulisan ini hanya akan dicukupkan dengan
dua dalil saja, yang mana kedua dalil ini termasuk dalil akal yang paling kuat
untuk menetapkan keberadaan Allah ta’ala.
Penciptaan alam semesta dari ketiadaan
Dalil akal yang
pertama adalah penciptaan alam semesta. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
segala ciptaan mengharuskan adanya yang menciptakan dan segala perbuatan
mengharuskan adanya pelaku. Dikarenakan alam semesta merupakan hasil penciptaan,
maka menjadi sebuah keharusan bahwa disana ada Zat yang telah menciptakannya.
Ketika seorang arab
badui ditanya, “bagaimana engkau mengetahui Tuhan mu?”, dia menjawab, “jejak
kaki onta menunjukan adanya onta, jejak perjalanan menunjukan adanya orang yang
melakukan perjalanan, langit yang memiliki bintang bintang, bumi yang memiliki
jalanan yang lapang, lautan yang berombak, bukankah (semua itu) menunjukan
kepada (Zat) Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui?”5.
Ketika Abu Hanifah di
tanya oleh orang orang yang menolak adanya Allah, beliau berkata, “sebentar,
sesungguhnya saya sedang berpikir tentang suatu hal yang saya telah diberi tahu
akan keberadaannya, mereka mengatakan kepadaku bahwa ada sebuah kapal di lautan
yang berisi berbagai macam barang dagangan, tanpa ada orang yang menjaga dan
mengemudikannya, akan tetapi meskipun begitu kapal tersebut pergi dan kembali
dengan sendirinya menerjang ombak yang besar, sampai selamat darinya, kemudian
kapal tersebut berjalan kemana saja sesukanya tanpa ada seorangpun yang
mengemudikannya” mereka pun berkata, “perkataan tersebut tidak ada seorang
berakal pun yang mengatakannya”
Maka berkata Abu
Hanifah Rahimahullah, “celaka kalian! alam semesta baik yang di atas maupun
yang di bahwah dengan segala sesuatu yang berada di dalamnya dengan kokoh dan
teratur tidak ada yang menciptakannya!” 6.
Benarkah alam semesta ini dahulu tidak ada?
Setiap hari kita
melihat banyaknya hal baru dalam kehidupan kita. Munculnya janin dalam
kandungan yang sebelumnya hanya sperma, tumbuhnya tanaman yang sebelumnya hanya
berupa biji bijian, pohon yang menjulang tinggi setelah sebelumnya hanya
merupakan tanaman kecil, atau kita sendiri yang lahir ke dunia setelah
sebelumnya tidak ada, kemudian tumbuh dewasa setelah sebelumnya hanya anak
anak. Badan yang semakin lebat, kuku yang semakin panjang, rambut yang semakin
lebat. Semua hal tersebut menunjukan bahwasanya alam semesta ini bersifat baru.
Menjadi ada setelah sebelumnya tidak ada. Dan kesaksian kita melihat sebagian
dari alam semesta ini muncul setelah sebelumnya tiada, sudah cukup untuk
menunjukan bahwa semua hal dalam alam semesta ini berasal dari ketiadaan.
__
1. QS.
Ibrahim : 9
2. Qs.
Ibrohim : 10
3. Maarijul
Qobul
(1/128)
4. Qs.
An Naml : 14
5. Maarijul
Qobul
(1/136)
6. Ma’arijul
Qobul
(1/135)
Sumber: https://muslim.or.id/
Sumber: https://muslim.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar